Makalah Telaah Kitab Pendidikan
Rabu, 18 Desember 2013
0
komentar
“ADAB MURID TERHADAP
GURU”
dalamKitabAdabulÁlimWalMuta’alim
MAKALAH
Makalahinidisusungunamemenuhitugas:
DosenPengampu : M. Rodli, M.Pd
Mata kuliah : Tela’ahKitabPendidikan
Kelas : E
DisusunOleh
:
1. Edward
Muslim ( 2021 111 236)
2. Ana
MiskhatunJanah (2021 111 237)
3. LailaZulfa (2021 111 238)
TARBIYAH/PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN
AJARAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam dunia pembelajaran
harus adanya interaksi pendidikan yang baik. Interaksi itu diwujudkan dengan banyak
cara, salah satunya dengan etika dalam kegiatan pembelajaran yang menunjang kegiatan
tersebut. Ada banyak etika yang harus dilakukan entah itu etika seorang pendidik
terhadap peserta didik, peserta didik terhadap pelajarannya atau etika peserta didik
kepada pendidik.
Dalam makalah ini
akan dibahas tentang adab/etika seorang peserta didik kepada pendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
ADAB MURID KEPADA GURUNYA DI DALAM KITAB ADABUL ÁLIM WAL MUTAÁLIM
Termasuk dalam hal ini
adalah menghormati guru sebaik-baiknya, dimana di dalamnya termaktub 13 macam
adab.
1.
Hendaknya seorang pencari
ilmu mengemukakan pandangannya dan meminta kepada Allah untuk dipilihkan (istikharah)
mana guru yang akan dijadikannya tempat belajar, menimba akhlaq serta adab.
Carilah guru yang paling sempurna keahliannya dan terbukti sifat welas-asihnya,
muru'ah-nya bersih dan dikenal sebagai sosok yang selalu menjaga diri ('iffah),
terkenal dengan ketepatannya, paling baik dalam mengajar dan paling mahir memahamkan
orang lain.
Seorang murid hendaknya jangan mau berguru kepada sosok yang lebih pandai
namun kurang wara', sedikit komitmen beragamanya atau tidak berakhlaq
mulia. Sebagian ulama' salaf berkata, "Ilmu ini adalah (bagian utama)
agama kalian, maka perhatikan dari siapa kalian mempelajari agama kalian."
Hendaknya pencari ilmu berhati-hati agar tidak hanya terpaku kepada
orang-orang terkenal dan tidak mau belajar dari tokoh yang kurang dikenal,
sebab – menurut al-Ghazali – hal itu termasuk kesombongan dalam ilmu. Ilmu
adalah sesuatu yang terhilang dari seorang mukmin; ia akan mengambilnya di
manapun menemukannya; meraupnya di manapun ia beruntung menjumpainya; dan
mengalungkan penghargaan kepada orang yang mengantarkan hikmah itu kepadanya.
Sebab, seorang pencari ilmu lari menghindar karena takut kepada kejahilan
sebagaimana ia lari menghindari singa; dan orang yang melarikan diri dari
kejaran singa tidak akan pilih-pilih orang yang bisa memberitahu jalan untuk
meloloskan diri, siapapun dia.
Abu Nua'im menuturkan sebuah kisah dalam kitab al-Hilyah, bahwasanya
Zainal 'Abidin 'Ali bin al-Husain bin 'Ali 'alaihimas salaam pernah
pergi mendatangi Zaid bin Aslam kemudian duduk belajar kepadanya. Maka ada yang
bertanya kepadanya, "Anda ini sayyid bagi manusia dan orang yang
paling utama di tengah-tengah mereka, mengapa Anda pergi kepada budak ini dan
duduk belajar kepadanya?" Beliau menjawab, "Ilmu itu diikuti di
manapun ia berada, pada siapapun ia berada."
Bila tokoh yang tidak seberapa terkenal itu termasuk orang yang dapat
diharapkan berkahnya, maka manfaat yang datang darinya lebih luas dan
memperoleh ilmu darinya dinilai lebih sempurna. Bila engkau telusuri perjalanan
hidup ulama' salaf dan khalaf, pada umumnya kemanfaatan dalam
belajar itu tidak tercapai dan keberuntungan pun tidak diraih oleh para pencari
ilmu, kecuali jika guru mereka mempunyai kadar ketaqwaan yang sangat besar.
Demikian pula bila engkau perhatikan berbagai karya yang telah ditulis orang,
ternyata karya penulis yang lebih bertaqwa dan zuhud itu lebih banyak
dimanfaatkan, dan keberuntungan dalam mengkajinya lebih umum ditemukan.
Usahakan semaksimal mungkin agar belajar dari guru yang dikenal mempunyai
penelaahan mendalam dalam ilmu-ilmu syari'ah. Pilihlah guru yang dipercaya telah
bergaul lama dan banyak berdiskusi dengan tokoh-tokoh paling otoritatif di
zamannya. Jangan belajar dari orang yang hanya mengkaji ilmunya dari buku-buku
saja. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi'i, "Barangsiapa yang ber-tafaqquh
hanya dari buku-buku, maka dia telah menyia-nyiakan berbagai hukum."
Sebagian ulama' juga berkata, "Diantara bencana paling besar adalah guru-guru
kertas." Yakni, mereka yang hanya belajar dari buku-buku.
2.
Tunduk patuh kepada guru
dalam berbagai urusan, jangan keluar dari saran dan arahannya. Bersikaplah
seperti pasien di hadapan seorang dokter ahli, sehingga selalu meminta sarannya
dalam apa saja yang akan dilakukan dan berusaha memperoleh ridhanya dalam apa
saja yang direncanakan.
Hendaklah murid berusaha menghormati gurunya semaksimal mungkin dan ber-taqarrub
kepada Allah dengan cara ber-khidmat kepadanya. Ketahuilah bahwa
merendahkan diri kepada guru adalah kemuliaan, tunduk kepadanya adalah
kebanggaan dan tawadhu' di hadapannya adalah kehormatan.
Ibnu 'Abbas rela berjalan memegang dan menuntun binatang tunggangan yang
dinaiki Zaid bin Tsabit al-Anshari – salah seorang gurunya – meskipun telah
diketahui keagungan dan kedekatan tali kekerabatan beliau dengan Rasulullah shalla-llahu
'alaihi wa aalihi wasallam, serta tingginya martabat beliau. Beliau
berkata, "Demikianlah kami diperintahkan untuk memperlakukan para guru
kami."
Telah kita sebutkan sebelum ini hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabarani
dalam al-Austah, bersumber dari Abu Hurairah secara marfu',
"Palajarilah ilmu; pelajarilah ketenangan (as-sakinah) karena ilmu
itu; dan bersikap tawadhu'-lah kepada orang yang kalian belajar darinya
(guru)."
Ilmu tidak akan bisa diraih kecuali dengan tawadhu' dan total dalam
mendengarkan bimbingan guru. Apapun metode yang disarankan guru kepadanya dalam
belajar hendaknya diikuti dan tinggalkan pendapat pribadi. Sebab, kekeliruan
yang dilakukan seorang pembimbing itu lebih bermanfaat dibanding ketepatan yang
dilakukan murid sendiri.
3.
Memandang guru dengan
tatapan penghormatan, meyakini tingkat kesempurnaannya, serta memuliakan dan
mengagungkannya. Sebab hal itu lebih memungkinkan untuk menarik manfaat
darinya. Sebagian ulama' berkata, "Adab yang baik adalah juru bicara
akal."
Menurut sebagian peneliti,
memelihara dan memperhatikan adab itu lebih diprioritaskan dibanding lainnya.
Tidakkah Anda melihat bagaimana Allah memuji orang-orang yang beradab dan
memuliakan kedudukan mereka, dengan firman-Nya dalam QS al-Hujurat: 3.
"Sesungguhnya orang
yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang
telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan
pahala yang besar."
Seyogyanya seorang murid
tidak berbicara dengan guru dengan menggunakan sapaan "kamu" atau
"-mu" dan jangan memanggilnya dari kejauhan. Namun, hendaknya seorang
murid memanggil gurunya dengan "tuan", "bapak",
"ibu", atau yang semacamnya. Katakan "apa pendapat Bapak tentang
masalah ini", "bagaimana menurut Bapak dalam hal ini", atau yang
semisalnya. Jangan menyebut nama guru secara langsung (Jw: njangkar,
njambang) di belakangnya, kecuali disertai dengan sebutan yang menunjukkan
penghormatan kepadanya, misalnya "tuan guru berkata", "ustadz
berkata", "syaikh kami berkata", atau yang sejenisnya.
4.
Mengakui hak guru dan
tidak melupakan apa yang telah dia berikan kepadanya. Diriwayatkan secara marfu'
dari Abu Umamah al-Bahili, "Barangsiapa yang mengajari seorang budak
satu ayat dari Kitabullah, maka dia berhak menjadi maula (majikan yang
memerdekakan budak)."
Diantara bentuknya adalah bersikap hormat kepada guru di hadapannya dan
menolak gunjingan tentang dirinya serta tidak rela terhadapnya. Jika tidak
mampu untuk menolak maka ia pergi meninggalkan majelis tersebut. Seyogyanya
murid mendoakan guru sepanjang hidupnya, memperhatikan anak keturunan dan
kerabat gurunya setelah sang guru wafat, secara rutin menziarahi makamnya,
memohonkan ampunan baginya, bersedekah atas namanya, menapaktilasi dan
menjalankan bimbingan, petunjuk serta perangainya, beradab seperti sang guru,
dan tidak meninggalkan untuk meneladani kehidupannya.
5.
Bersabar atas sikap kasar
atau akhlaq buruk yang datang dari gurunya. Jangan sampai hal itu membuatnya
tidak betah belajar kepadanya atau mengubah keyakinannya kepada sang guru
tersebut. Hendaknya murid men-ta'wil-kan suatu tindakan yang tampak pada
guru, bahwa "sebenarnya bukan seperti itu maksudnya", dengan ta'wil
sebaik-baiknya. Ketika guru bersikap kasar kepadanya, maka murid adalah yang
pertama-tama meminta maaf, beristighfar, bertaubat kepada Allah, merasa yang
salah dan harus dikritik adalah dirinya; sebab hal itu akan melanggengkan
kecintaan kepada guru dan akan merawat perasaan di hatinya, serta lebih
bermanfaat baginya di dunia dan akhirat.
Sebagian ulama' salaf berkata, "Barangsiapa yang tidak bisa
bersabar merendahkan diri dalam belajar, maka seumur hidup ia akan berada dalam
pengaruh kejahilan; dan barangsiapa yang bisa bersabar maka ia mendorong
nasibnya ke dalam kemuliaan dunia dan akhirat."
Ibnu 'Abbas radhiya-llahu 'anhuma berkata, "Aku telah
merendahkan diri sebagai seorang pencari ilmu, maka kini aku terhormat sebagai
orang yang dicari ilmunya."
Sebagian ulama' salaf berkata, "Bersabarlah menerima penyakitmu
jika engkau bersikap kasar kepada doktermu; dan bersabarlah menerima
kejahilanmu jika engkau bersikap kasar kepada gurumu."
6.
Berterima kasihlah kepada
guru atas petunjuknya ke jalan keutamaan, tegurannya atas kekurangan,
kemalasan, kelambanan, atau hal-hal lain yang ada dalam dirinya. Demikian pula
terhadap segala perhatian, kritik, bimbingan dan perbaikannya. Anggap semua itu
merupakan karunia Allah kepadanya melalui sang guru, yakni dalam bentuk
perhatian dan pengawasannya. Sebab, semua itu akan memunculkan simpati guru
kepadanya sehingga semakin memperhatikan kebaikan-kebaikan yang berguna
baginya.
Jika guru memintanya memperhatikan suatu bagian kecil dari adab atau
kekurangan tertentu yang ada dalam dirinya, sedangkan murid telah mengetahuinya
sebelum itu, maka jangan mengemukakan alasan-alasan untuk membenarkan diri.
Bila bimbingan guru lebih baik maka itu tidak mengapa diterima, jika tidak maka
tinggalkan saja.
7.
Jangan masuk menemui guru
di luar ruangan umum kecuali dengan seizinnya, baik guru sedang sendirian
maupun bersama orang lain. Jangan mengulang-ulang terus permintaan izin untuk
bertemu. Jika ia ragu bahwa guru mendengar permintaan izinnya, maka tidak mengapa
minta izin atau mengetuk pintu lebih dari tiga kali. Demikian pula ketika di
kelas atau halaqah. Ketuklah pintu dengan pelan dan sopan, dengan
menggunakan ujung kuku jari tangan. Jika di kelas atau halaqah, maka
mintalah izin dengan suara pelan dulu, lalu tingkatkan volume suara sedikit
demi sedikit. Jika tempat guru jauh dari pintu, kelas atau halaqah, maka
tidak mengapa dengan suara agak keras, secukupnya saja sekiranya bisa didengar
guru dan jangan berlebihan.
Bila guru telah memberi izin untuk masuk, sedang murid berada dalam suatu
rombongan, maka hendaknya yang masuk dan memberi salam pertamakali adalah yang
paling senior dari segi usia maupun keutamaan, kemudian disusul oleh peringkat
di bawahnya satu demi satu.
Seyogyanya menemui guru dalam kondisi yang paling sempurna, suci pakaian
dan badan, bersih, kuku dan rambut terpotong rapi serta jangan membawa aroma
tidak sedap. Terlebih lagi jika bermaksud mendatangi majelis ilmu, sebab ia
adalah majelis dzikir dan berkumpul dalam rangka beribadah.
Jika murid masuk menemui guru di luar ruangan umum sedangkan di sisinya ada
orang yang sedang bercakap-cakap dengannya, kemudian tiba-tiba mereka diam
tidak melanjutkan percakapannya; atau murid masuk sementara guru sedang
sendirian mengerjakan shalat, berdzikir, menulis atau membaca; kemudian guru
membiarkannya saja, atau diam dan tidak memulai pembicaraan atau basa-basi
lainnya; maka hendaknya murid segera mengucapkan salam dan pergi dari tempat
itu; kecuali jika guru memintanya untuk menunggu. Jika diam menunggu maka
jangan terlalu lama, kecuali jika guru memintanya.
Hendaknya murid masuk menemui guru ketika hati gurunya itu lapang, bebas
dari kesibukan, pikirannya bersih, tidak dalam kondisi mengantuk, marah, sangat
lapar, kehauasan atau kondisi lain yang serupa, supaya guru berkenan kepada apa
yang hendak dikatakan muridnya itu dan memahami maksudnya dengan baik.
Bila murid datang kepada gurunya sementara guru belum memulai pelajarannya,
maka hendaknya murid menunggu supaya ia tidak terlewat dari pelajaran yang akan
diberikan gurunya. Sebab setiap pelajaran yang telah berlalu itu tidak akan
tergantikan.
Jangan meminta guru mengajar di waktu-waktu yang sulit baginya, atau tidak
umum memberi pelajaran di waktu tersebut. Murid jangan meminta kepada gurunya
waktu khusus baginya sendirian saja, walaupun ia seorang pejabat atau tokoh
terhormat. Sebab, itu merupakan bentuk menyombongkan diri dan kedunguan di
hadapan guru, sesama murid maupun ilmu. Jika guru yang menawarkan waktu
tertentu atau khusus baginya dikarenakan udzur tertentu yang menyebabkannya
sukar hadir bersama murid-murid yang lain, atau karena ada kebaikan tertentu
yang dikehendaki guru, maka hal itu tidak mengapa.
8.
Hendaknya seorang murid
duduk di depan gurunya dengan sopan, seperti cara duduknya seorang bocah di
hadapan qari' al-Qur'an atau bersila, dengan tawadhu', tunduk,
tenang, khusyu', mendengarkan uraian guru dengan memandangnya, menghadap
ke arah guru dengan seluruh tubuhnya, berusaha memahami perkataannya sehingga
guru tidak terpaksa mengulang-ulangnya, jangan tengak-tengok tanpa diperlukan,
jangan menyingsingkan lengan baju atau berkacak pinggang, jangan bermain-main
dengan tangan dan kaki, jangan menaruh tangan di dagu, mulut atau hidung, atau
bermain-main dengannya, atau mengeluarkan sesuatu darinya; jangan membuka mulut
atau mengetuk-ngetuk gigi, jangan memukul-mukul lantai dengan telapak tangan
atau menggambar dengan jari-jari tangan, menganyam jari atau memain-mainkan
pakaian.
Bila di depan guru maka jangan bersandar ke tembok atau bantal, meletakkan
tangan diatasnya atau yang serupa itu. Jangan memunggungi guru atau
menghadapkan salah satu sisi tubuh saja kepadanya. Jangan banyak berbicara yang
tidak perlu. Jangan melucu di hadapannya atau menceritakan sesuatu yang
mengandung perkara yang tidak pantas didengar, perkataan yang kotor atau
kekurangajaran. Jangan tertawa tanpa sebab yang jelas. Jika memang harus
tertawa, cukup tersenyum dan usahakan tidak bersuara. Jangan berdehem yang
tidak perlu. Sedapat mungkin tidak meludah atau mengeluarkan dahak. Jangan
meludahkan dahak dari mulut di hadapannya, tetapi buanglah secara hati-hati ke
sapu tangan, secarik kain atau yang sejenisnya.
Selama berdiskusi atau mengulang pelajaran di hadapan guru, jagalah agar
telapak kaki selalu tertutup dan tangan tetap tenang, tidak bergerak
sembarangan. Bila bersin maka rendahkan suara sedapat mungkin, sembari menutup
muka dengan sapu tangan atau semacamnya. Bila menguap maka tutuplah mulut,
setelah sedapat mungkin menahannya.
Diriwayatkan dari 'Ali radhiya-llahu 'anhu, beliau berkata,
"Diantara hak seorang 'alim adalah: jika engkau mengucapkan salam
kepada sekumpulan orang maka engkau berikan salam penghormatan untuknya secara
khusus; jika engkau duduk di hadapannya maka jangan menunjuk-nunjuk dengan
tanganmu; jangan memberi isyarat dengan kedipan mata di sisinya; jangan berkata
kepadanya, "seseorang berkata begini-begitu, berlawanan dengan pendapat
Anda"; jangan menggunjing (ghibah) seseorang di hadapannya; jangan
mencari-cari kesalahannya; jika dia melakakukan kesalahan maka engkau menerima
permintaan maafnya; hormati dia semata-mata karena Allah ta'ala; jika
dia mempunyai suatu keperluan maka engkau bersegera mendahului siapapun untuk
ber-khidmat kepadanya; jangan menarik-narik bajunya (Jw: nggandholi);
jangan merengek-rengek minta sesuatu kepadanya saat dia sedang malas; jangan
merasa bosan setelah lama bergaul dengannya, sebab guru ibarat pohon kurma yang
diharap-harapkan sesuatu jatuh darinya; seorang mukmin yang 'alim itu
lebih besar pahalanya dibanding seseorang yang berpuasa (di siang hari),
mengerjakan qiyamul-lail (di malamnya) serta berperang di jalan Allah;
dan bila seorang 'alim wafat maka retaklah (suatu bagian dari) Islam
yang tidak akan bisa ditambal oleh apapun sampai hari kiamat kelak." –
Diriwayatkan oleh al-Khathib dalam al-Jaami'. Di dalam pesan ini Imam
Ali radhiya-llahu 'anhu telah menyatukan semua yang kita butuhkan.
Sebagian ulama' berkata, "Diantara bentuk penghormatan kepada guru
adalah: jangan duduk di sampingnya, diatas tempat shalatnya, atau diatas alas
duduknya. Jika guru memintanya melakukan hal itu maka jangan menurutinya,
kecuali jika dia memaksa dan tidak bisa ditolak, maka tidak mengapa untuk
mematuhi perintahnya pada saat itu, lalu kembalilah kepada tuntunan adab
setelah itu."
9.
Sedapat mungkin berbicara
secara baik dan santun kepada guru. Jangan berkata kepadanya: "kami belum
bisa menerima", atau "kami tidak bisa menerima", atau
"siapa bilang begitu", atau "dimana tempatnya", atau yang
serupa dengannya. Jika ingin menyampaikan informasi tertentu kepada guru maka
berhati-hatilah dalam masalah ini, cari kesempatan lain dengan tujuan memberi
informasi. Jika engkau mengingat sesuatu, jangan berkata kepadanya: "lho
dulu 'kan Anda pernah berkata begini", atau "sepertinya kok begini
ya", atau "saya dengan begini", atau "si fulan berkata
begini".
Demikian pula jangan berkata kepadanya: "si fulan berkata
begini-begitu, berbeda dengan yang Anda katakan", atau "si fulan
meriwayatkan hal yang berbeda dengan riwayat Anda", atau "itu tidak
benar", atau yang sejenisnya.
Jika guru memaksa bertahan pada suatu pendapat atau dalil, sementara dia
tidak menyadari atau sudah jelas diketahui salahnya karena dia lupa, maka
jangan sampai murid berubah rona wajahnya, sinar matanya atau menunjuk-nunjuk
kepada orang lain seakan-akan sangat membencinya; namun tetap perlihatkan wajah
yang cerah secara lahiriah, walau guru jelas-jelas keliru karena lupa, lalai
atau keterbatasan wawasannya dalam masalah tertentu. Sebab, seorang guru
tidaklah ma'shum (terjaga dari salah dan dosa).
Berhati-hatilah jangan meniru gaya bicara sebagian kalangan tertentu ketika
berbicara dengan guru, padahal itu tidak pantas diucapkan kepadanya, seperti:
"apa-apaan kamu ini", atau "ngerti?", atau "dengar
nggak?", atau "paham?", atau "hai bung!", dan lain
sebagainya.
Demikian pula jangan berbicara dengan guru menggunakan kebiasaan berbicara
dengan seseorang selainnya, dimana hal itu tidak pantas diucapkan terhadapnya.
Jika memang harus berbicara tentang suatu masalah, maka jangan berbicara seperti
cara si fulan berkata kepada temannya: "kamu ini sedikit sekali
kebaikannya", atau "tidak ada kebaikan padamu"; akan tetapi
katakan saja dengan kiasan, misalnya: "seseorang itu ini sedikit sekali
kebaikannya", atau "tidak ada kebaikan pada orang itu", atau
yang serupa dengannya.
Berhati-hatilah jangan sampai mengejutkan guru dengan suatu bentuk
penolakan langsung kepadanya, sebab itu merupakan kebiasaan sebagian orang yang
kurang ajar (suu'ul adab); misalnya ketika guru berkata kepada murid:
"apakah yang engkau maksud dengan pertanyaanmu itu begini?" atau
"apakah yang terpikir olehmu itu begini?" maka langsung dijawab:
"tidak, bukan itu maksud saya" atau "bukan itu yang saya
pikirkan", atau kalimat lain yang serupa. Namun, cara terbaik adalah
dengan mengulang kembali pertanyaan dan bukannya mengucapkan sesuatu yang
mengandung penolakan langsung terhadap kata-kata gurunya.
Demikian pula sebaiknya kata-kata "kami belum tahu" atau
"kami tidak tahu" diganti dengan yang lebih halus, misalnya:
"jika dikatakan kepada kami seperti itu", atau "jika kami
dilarang dari hal seperti itu", atau "jika kami ditanya tentang
masalah itu", atau "jika Anda menyampaikan seperti itu", atau
yang serupa dengannya. Hendaknya pula bertanya kepada guru dengan adab yang
baik dan ungkapan yang halus.
10.
Bila murid mendengar guru
menyebutkan suatu hukum dalam suatu kasus, informasi yang aneh, menuturkan
suatu kisah, atau melantunkan suatu syair, sementara murid sudah mengetahuinya,
maka hendaknya murid mendengarnya dengan penuh perhatian dan berusaha mengambil
faedah darinya seakan-akan dia belum pernah mendengarnya samasekali.
'Atha' berkata, "Saya sungguh mendengar hadits dari seseorang padahal
saya lebih tahu dibanding dia terhadapnya, maka saya menampakkan diri kepadanya
seakan-akan saya tidak paham sedikitpun tentang masalah itu."
Beliau juga berkata, "Ada seorang pemuda menyampaikan hadits maka saya
mendengarkannya seakan-akan saya belum pernah mendengarnya, padahal sebenarnya
saya sudah mendengar hadits itu bahkan sebelum dia dilahirkan."
Saat guru hendak menyampaikan seseuatu, kemudian dia bertanya kepada
muridnya apakah ada yang sudah mengetahui, maka jangan menjawab "ya"
karena hal itu seolah menunjukkan tidak butuh kepada guru atau menjawab
"tidak" karena hal itu mengandung kebohongan; akan tetapi katakan:
"saya ingin mendengar informasinya dari Bapak guru", atau "mohon
sampaikan kepada kami", atau "apa yang Anda sampaikan lebih shahih",
dan jangan mengulang-ulang pertanyaan atas apa yang sudah diketahui.
Saat guru berbicara, jangan sibuk berpikir atau berbicara sendiri, kemudian
meminta guru agar mengulang kembali perkataannya, sebab hal itu mengandung
kekuarangajaran (suu'ul adab) kepadanya. Akan tetapi, dengarkan
ucapannya dengan penuh perhatian dan konsentrasikan pikiran sejak awal. Jika
tidak bisa mendengar jelas kata-kata guru karena tempat yang jauh atau tidak
bisa memahami meski sudah mendengarkan dengan penuh perhatian, maka boleh
meminta guru untuk mengulangi ucapannya dan memperjelas maksudnya, disertai
penyebutan alasan dari permintaannya itu.
11.
Jangan mendahului guru
dalam menjawab pertanyaan yang diajukannya atau yang diajukan orang lain
kepadanya. Jangan pula membersamai jawabannya. Jangan menonjolkan pengetahuan
atau pemahamannya tentang masalah itu mendahului sang guru. Jangan memotong
pembicaraan guru dalam hal apapun, jangan pula mendahuluinya atau
membersamainya. Bersabarlah sampai guru selesai baru murid berbicara. Jangan
berbicara dengan orang lain sementara guru sedang berbicara kepadanya atau
kepada sekelompok orang dalam suatu majlis.
Diriwayatkan oleh Hindun bin Abi Haalah, saat menggambarkan sifat-sifat
Nabi shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam, "Sesungguhnya apabila
Nabi shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam berbicara, maka beliau
membuat para pendengarnya menundukkan kepala seakan-akan diatas kepala mereka
ada burung yang hinggap. Tatkala beliau diam maka barulah mereka
berbicara."
12.
Jika guru memberikan
sesuatu maka terimalah dengan tangan kanan, dan bila murid memberikan sesuatu
kepada gurunya hendaklah dengan tangan kanan. Jika yang hendak murid berikan
itu berupa lembaran kertas yang ingin dibaca guru seperti fatwa, kisah, suatu
tulisan syar'i tertentu atau yang semacamnya, maka bentangkan terlebih dulu sebelum
diserahkan. Jangan menyerahkannya dalam keadaan terlipat kecuali jika murid
tahu bahwa gurunya lebih menyukai yang demikian itu.
Jika murid menyerahkan sebuah buku kepada guru, maka hendaknya dalam
kondisi siap untuk dibuka dan dibaca, tanpa perlu memutar dan membalikkan
posisinya. Jika guru ingin melihat satu halaman tertentu maka hendaknya buku
yang diserahkan itu sudah dalam kondisi terbuka (pada tempat yang dikehendaki).
Demikian pula murid hendaknya membantu guru menemukan halaman yang dimaksud. Jangan
membuang sesuatu dari dalam buku atau lembaran kertas secara terbuka di
hadapannya. Murid jangan menjulurkan tangannya ketika menyerahkan sesuatu,
kecuali jika tempatnya memang agak jauh. Demikian pula guru tidak selayaknya
menjulurkan tangan untuk menerima atau memberikan sesuatu kepada muridnya.
Seyogyanya murid berdiri mendekat tetapi jangan berdesakan dengan gurunya.
Jika ada sekelompok orang yang duduk di hadapan guru, maka murid jangan
terlalu mendekat kepada guru sehingga terkesan berbuat kurang sopan. Murid
jangan meletakkan kaki, tangan atau salah satu anggota badan dan pakaiannya
diatas pakaian, alas duduk atau sajadah guru. Jangan menunjuk ke arah guru
dengan tangannya, atau mendekat ke wajah maupun dadanya, atau menyentuh badan
maupun pakaiannya.
Bila murid memberikan pena kepada gurunya maka panjangkan dulu sebelum
diserahkan. Jika murid meletakkan tempat tinta di hadapan gurunya maka
hendaknya dalam kondisi terbuka tutupnya dan siap dipakai menulis. Bila murid
memberikan pisau kepada gurunya maka ulurkan kepadanya dengan mata pisau
mengarah ke murid, pegang pangkal gagangnya yang bersambung dengan bilahnya,
dengan posisi gagang di arah kanan penerima.
13.
Bila berjalan bersama
guru, maka murid hendaklah berada di depan pada malam hari dan di belakang pada
siang hari, kecuali jika situasi menghendaki yang sebaliknya. Hendaknya murid
maju lebih dahulu di tempat-tempat yang kurang aman, seperti karena lumpur atau
semacamnya. Jika guru tidak tahu, maka beritahukan kepadanya tentang seseorang
yang mendekat kepadanya atau jika ada sesuatu yang menuju ke arahnya.
Bila berpapasan maka murid mendahului mengucapkan salam. Mendekatlah dahulu
dan jangan memanggilnya dari kejauhan. Jangan mengucapkan salam dari jauh atau
dari belakangnya, tetapi mendekatlah dan majulah ke hadapannya, baru ucapkan
salam.
Bila melihat guru melakukan suatu kesalahan, jangan katakan kepadanya:
"itu salah" atau "pendapat saya tidak begitu". Tempuh
langkah yang baik dalam meluruskannya, misalnya dengan mengatakan:
"tampaknya yang lebih baik adalah begini", dan jangan berkata:
"pendapat yang benar menurut saya adalah begini", atau yang
semacamnya.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut KH. HasyimAsy’ari paling tidakada 13etika yang
perludilakukan, yakni:
1)
Hendaknya seorang pencari
ilmu mengemukakan pandangannya dan meminta kepada Allah untuk dipilihkan (istikharah)
mana guru yang akan dijadikannya tempat belajar, menimba akhlaq serta adab.
2)
Tunduk patuh kepada guru
dalam berbagai urusan, jangan keluar dari saran dan arahannyaMengikuti guru, terutamadalamkecerundunganpemikiran;
3)
Memandang guru dengan
tatapan penghormatan, meyakini tingkat kesempurnaannya, serta memuliakan dan
mengagungkannya. Memperhatikanhal-hal
yang menjadihakpendidik;
4)
Mengakui hak guru dan
tidak melupakan apa yang telah dia berikan kepadanya.
5)
Bersabar atas sikap kasar
atau akhlaq buruk yang datang dari gurunyaBerbicaradenganhalusdanlemahlembut;
6)
Berterima kasihlah kepada
guru atas petunjuknya ke jalan keutamaan, tegurannya atas kekurangan,
kemalasan, kelambanan, atau hal-hal lain yang ada dalam dirinya.
7)
Jangan masuk menemui guru
di luar ruangan umum kecuali dengan seizinnya, baik guru sedang sendirian
maupun bersama orang lain.
8)
Hendaknya seorang murid
duduk di depan gurunya dengan sopan,tawadhu', tunduk, tenang, khusyu',
mendengarkan uraian guru dengan memandangnya,
9)
Sedapat mungkin berbicara
secara baik dan santun kepada guru.
10)
Bila murid mendengar guru
menyebutkan suatu hukum dalam suatu kasus, informasi yang aneh, menuturkan
suatu kisah, atau melantunkan suatu syair, sementara murid sudah mengetahuinya,
maka hendaknya murid mendengarnya dengan penuh perhatian dan berusaha mengambil
faedah darinya seakan-akan dia belum pernah mendengarnya samasekali.
11)
Jangan mendahului guru
dalam menjawab pertanyaan yang diajukannya atau yang diajukan orang lain
kepadanya.
12)
Jika guru memberikan
sesuatu maka terimalah dengan tangan kanan, dan bila murid memberikan sesuatu
kepada gurunya hendaklah dengan tangan kanan.
13)
Bila berjalan bersama guru,
maka murid hendaklah berada di depan pada malam hari dan di belakang pada siang
hari, kecuali jika situasi menghendaki yang sebaliknya.